Kamis, 11 Juni 2020

Guru BISA!!!





Pada materi yang kelima ini aku dan peserta latihan menulis bersama Om Jay mendapat imun yang berbeda dengan diajak berkeliling Indonesia apa dan bagaimana guru mengabdi mengajar di daerah 3T, daerah terbelakang, terdepan dan terluar. Dibawakan secara apik oleh nara sumber yang super bapak Agung Pardini. Beliau seorang konsultan Konschooltan pada Madrasah 5.0, Master Teacher pada Sekolah Guru Indonesia dan Mentor pada Sekolah Kepemimpinan Bangsa Dompet Dhuafa. Di sela kesibukannya yang luar biasa meluangkan waktu sebagai nara sumber di beberapa Universitas dari Sabang samapai Merauke. 

Berawal dari komunitas jurnalis senior yang memimpikan kemajuan pendidikan yang merata di seluruh wilayah Indonesia oleh jurnalis senior Republika akhirnya terbentuk lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Lembaga ini memberdayakan guru yang mengajar di daerah harus  menghasilkan produk buku atau tulisan. Terkejut perasaanku dengan kata HARUS, karena menulis itu tidak mudah bagiku. Bertambah terkejut lagi ketika beliau memaparkan kendala mengajar di daerah 3T seperti Gaya bahasa karena ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah, banyak yang belum mengenal MS Office dalam menggunakan komputer, Ejaan yang (belum) disempurnakan, dan Listrik yang hanya menyala di malam hari. Aku merasa bersyukur karena beruntung tinggal di daerah yang didukung listrik 24 jam non stop. Terbayang dalam pikiranku betapa susahnya aku hidup tanpa listrik di jaman digital yang serba cepat dan semua barang elektronik memerlukan listrik untuk bisa dimanfaatkan dan memudahkan pekerjaan kita.



Dalam segala keterbatasan dan kekurangan dari geografis, budaya terlebih sarana dan prasarana menjadikan tantangan bagi para guru relawan dan konsultan berpikir keras menguji kreativitas, kesabaran dan keihlasan. Pendampingan dan bimbungan yang intensif bagi guru dan mengirimkan buku-buku yang menginspirasi merupakan salah satu cara mengatasi kendala tersebut.  Beberapa ragam jenis kegiatan menulis dan berkarya yang biasa dilakukan guru relawan adalah tentang pengalaman berupa metode, media, aktifitas pembelajaran, curhat dan lain sebagainya yang harus dituliskan setiap malam sebagai laporan kegiatan. Dari kumpulan tulisan outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya.



Buku ini adalah kumpulan tulisan dari kisah-kisah inspiratif dari para pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru-guru di daerah pelosok terkait dengan inovasi pembelajaran yang telah mereka hasilkan, baik dalam bentuk inovasi metode ataupun media. Ada yang di kepulauan, ada yang di hutan dan pegunungan dan ada yang di pelosok kampong. Pernah ada guru muda yang meninggal dalam tugas di penempatan. Dan saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada buku di atas (Batu Daun Cinta Teman Setia Belajarku). Akhirnya nama beliau diabadikan menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI (Sekolah Guru Indonesia),  Jamilah Sampara Award.  Hampir semua buku-buku yang diterbitkan adalah antologi, nulis bareng-bareng. Biaya untuk menerbitkan buku sepenuhnya dari Lembaga Kemanusiaan Dompet Dhuafa  yang nantinya akan disebarkan kepelosok negeri secara gratis sebagai bahan referensi dan inspiratif bagi guru relawan yang lain. 

Kebiasaan menulis tidaklah mudah, perlu adanya trik dan manajemen yang baik. Menulis mulai dari yang mudah seperti bagaimana cara mengajarkan siswa, kisah perjalanan guru dalam bentuk jurnal. Jurnal ini wajib dikerjakan setiap malam mengisahkan segala pengalaman, teori,  kendala, kreatiatifitas atau  apapun yang dilalui bersama siswa di siang hari. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tadi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi. Ini bisa jadi merupakan bentuk refleksi dan evaluasi. Inilah pentingnya pendampingan dari pengelola, konsultan dan dosen sebagai solusi dan tempat diskusi dari setiap permasalahan. Selain wajib jurnal setiap hari, ada bedah buku setiap hari dan pekan. Dengan membedah buku suatu keniscayaan  membaca buku. Semakin banyak membaca maka semakin banyak juga yang bisa kita tulis.  Inilah yang hikmah yang aku ambil dari pemateri kali ini.  Semuanya terprogram dan harus dijalankan. Yang membedah buku dilakukan secara bergantian yang dilakukan setiap apel pagi hari oleh pembina apel. Buku yang dibedah bukan buku yang berat, seperti novel atau kisah inspiratif dari tokoh-tokoh terkenal. Memotivasi dari kata-kata yang dinukil dari buku atau tokoh inspiratif. Cara ini efektif untuk meningkatkan kepekaan literasi para guru relawan yang berdampak pada peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri.

Berkali-kali aku baca materi dari pak Agung untuk bisa meresume tugas kali ini. Butuh waktu yang lama aku untuk bisa menulis bahkan berhari-hari menyelesaikannya disela-sela kesibukanku. Perasaanku yang semakin berat menulis diringankan dan disegarkan oleh para pembimbing penulis hebat dengan motivasi yang luar biasa dari tulisannya yang dishare melalui WA. Luar biasa kesabaran dan usahaku menulis kali ini untuk mengalahkan rasa kantuk, ketidakbisaan, keterbatasan dan segala macam emosi yang berkecamuk. Semoga menjadi karya yang berkah, aamiin.

5 komentar:

  1. Ceritanya padat membuat pembaca susah melewatkan kalimat yg ada.
    Kata yg digunakan lugas apa adanya.
    'Terus berusaha goreskan pena
    Walaupun gelap gulita
    Jujur akan kata kata
    Mengungkap fakta & data'

    BalasHapus
  2. Bgus...masukan sj,mungkin paragraf yg panjang bs di pecah lagi...

    BalasHapus